Cerita Pendek: Andai Saja
Andai Saja
(oleh: kadar)
Kubuka inbox suamiku. Satu persatu pesan didalamnya aku baca. Marahkah suamiku? Sepertinya tidak, karena tiap kali ada sms yang masuk ke telepon genggamnya tiap kali itu juga ku baca seluruh pesannya.
Terkadang ada sms yang lucu, tapi terkadang pula ada sms yang membuat mataku memicingkan mata. Tapi kali ini ada sebuah pesan yang benar-benar membuat jantungku berdebar karena terkejut, membuat hatiku teriris karena merasa miris, bahkan kepalaku terasa ditimpa beban yang begitu berat begitu kubaca tiap kata dalam pesan yang satu ini.
Ya… ada kata sayang dari seorang wanita dalam pesan yang diterima oleh suamiku. Bila pesan itu berasal dari nomorku, tak akan aku seterkejut ini. Tapi ini wanita lain, wanita yang mungkin takkan kusangka seberani ini mengirimkan pesan pada suamiku. Sejenak aku mencoba untuk berbaik sangka pada pesan itu, mungkinlah ini hanya candaan seorang teman pada sejawatnya. Karena ku tahu suamiku paling suka bercanda dengan siapa saja. Walau tak kupungkiri, semalaman aku tak bias tidur dengan tenang karena pesan itu.
Seperti biasanya, pagi kusiapkan sarapan untuk suamiku tercinta. Dan seperti biasanya pula suamiku malah bercanda seolah tak ada hal yang telah membuat hatiku terluka, ah suamiku andai saja engkau tahu hatiku yang sedang gundah tentunya kau takkan seperti orang yang seolah tak punya salah dan dosa.
Dia pun berangkat setelah memberikan ciuman dikening dan mengucapkan slam. Selamat jalan suamiku, semoga keselamatan dan keberkahan menyertai perjalananmu. Maka, hatiku harus kembali bersabar hari ini menanti sebuah penjelasan.
Sembari memupuk kesabaran, aku berangkat ke tempat kerjaku……
Sesampainya di kantor, tak lupa aku segera membuka layar HP-ku dan mengetik beberapa kata:” ayah sayang, jangan lupa sarapannya di tas, love you so much…”. Sebuah balasan ku terima:”terima kasih Yang, sudah mas makan…”. Sedikit membuatku merasa tenang.
Hari itu kulewati dengan rasa yang gundah menunggu kedatangan suamiku.
Malam itu, kembali berpuluh pesan tanpa isi masuk dalam inbox suamiku, tapi suamiku masih bungkam tanpa memberikan penjelasan, entah pura-pura tidak peduli atau merasa bahwa aku tak memberikan respon apa-apa, tapi tahukah suamiku hatiku tercabik-cabik. Dan hartus senantiasa kutata kembali dengan perekat kesabaran yang seolah kau manfaatkan untuk tetap tak berkata apa-apa.
Ah suamiku kau malah sibuk didepan komputer kemudian tertidur pulas di samping anak kita.
Esoknya…. Kau hanya tersenyum dan pergi ke tempat kerja, tanpa memberikan yang aku tunggu sejak kemarin…sebuah penjelasan…….
*=*?=**?
Sore itu, anak kita tertidur kau duduk disampingku:” Yang, engkau mungkin bertanya-tanya dengan isi inbox mas, tapi mas merasa dua hari kemarin semua masih wajar karena itu dikirimkan oleh teman mas yang selama ini mas pikir tak mungkin memiliki rasa selain rasa seorang teman. Tapi ternyata mas salah. Setelah pesan-pesannya yang janggal, hari ini mas melihat sikap yang janggal pula. Sepertinya benar, dia ada rasa yang lain yang sebenarnya tidak wajar untuk seorang wanita yang telah bersuami bahkan memiliki anak.”
Ada sedikit senyum sinis dari bibirku, tak terlihat olehnya…
Dia masih dengan penjelasannya:”Namun mas harap engkau tak berpikir terlalu jauh tentang suamimu ini, andai saja mas punya pikiran untuk berselingkuh, kenapa tidak dari kemarin mas lakukan ketika ada seorang wanita lajang, cantik, dan memiliki kedudukan mengucapkan kata cinta pada mas…. Sungguh meski sering ku bersikap egois padamu, bahkan banyak pula kata-kata kasar kuucapkan ketika aku marah, namun tak sekali pun dalam hati ini terlintas untuk memberikan ruang untuk kumasukan wanita lain dalam hidupku setelah memilkimu.
Istriku, bisa jadi kemesraan sedikit pudar diantara kita, namun ikatan suci takkan pernah kurusak oleh syahwatku terhadap wanita lain. bisa jadi diri mas tak seromantis dulu, tapi tak sedikit pun cinta ini berkurang padamu. Istriku boleh kau ragu akan cintaku, tapi jangan kau ragukan kesetiaanku padamu.”.
???**??!!**
Ah suamiku, mengapa baru sekarang kau jelaskan, mengapa baru sore ini kau memberikan ketenangan itu, mengapa kau biarkan hati ini sempat curiga padamu, mengapa kau biarkan pikiran ini menduga-duga. tapi terima kasih suamiku, engkau telah memberikan pelajaran dengan diammu, engkau memberikan pelajaran tentang kesabaran yang selalu berbuah manis. Andai saja sabar itu tak ada, tentu rasa damai takkan pernah ada, andai saja buruk sangka membuat amarahku membuncah, tentu rumah ini takkan berisi canda dan tawa….
Ah Suamiku, aku pun cinta padamu………
5 komentar
Saya kira endingnya bakal tragis!
REPLYusul yang bagus, terima kasih sudah berkunjung dan memberikan komentar. kirim cerita juga boleh ^_^
REPLYEmang ya,...timing itu penting tapi memang ada hal2 yang harus segera diomongkan kan? Nice story :) keep up the good work :)
REPLYterima kasih sudah mampir.. ^_^
REPLYapa mampir
REPLY