13/04/2010

RELUNG HATI INDRIA


--ryks-


“Ya…di adalah pilihanku!” gumam Indria.

Betapa tidak, hampir setahun ini dia telah mencoba mengenal Firdaus teman sekampusnya. Setahun itu pula ia sering berjalan berdua dengan firdaus…normalkah?.

“Tuuu…uut…” ringtone simple yang tidak sesederhana bunyinya bagi hati Indria. “ah .. mas Firdaus!!!” pekiknya.

“halo mas..” sapa Indria, jauh, tapi cukup dekat baginya.

“bias ketemu ga Indria?” Tanya Firdaus. Tentu dong mas, kapan?dimana??” Indria tak sabar.

“nanti sore jam 5 di kafe kampus kita”.

Ada rasa bahagia yang begitu hebat, ada rasa ingin melompati waktu agar jam 5 sore segera datang.

“ah mas Firdaus, andai engkau selalu di sampingku, tentu aku kan bahagia selamanya…!!! .

---cengeng banget ya..----

********

“siiip dah!!!” Indria bergumam sambil berputar-putar di depan cermin. Cantikkah? Ya iya lah Indria bukanlah tipe wanita berparas biasa-biasa saja (ga usah di bayangin deh, pokok nya cantikkkkkkkkkkkkk!!!).

Dengan dandanan khas cewek masa kini, Indria melangkah mantap menemui kekasih hatinya (katanya sih cinta sejati…..).

Di kafe itu Firdaus telah menunggu dengan senyum yang khas (senyum buaya kali ya? Tapi dijamin deh lu pade pasti kelepek-kelepek kalo lihat firdaus). Senyuman yang membuat hati Indria makin luruh.

“ lama nunggu ya mas?” Tanya Indria

“ Ah ngga kok Ndri, baru saja.” Jawab firdaus, biasa lah namanya juga masih pacaran ga ada kata menunggu itu menyebalkan.

“ Ada apa mas?” Indria penasaran.

“ ah ga da apa-apa Ndri, mas Cuma ingin ketemu aja.

Cihuy… namanya juga sedang di mabuk asmara, atau di mabuk nafsu ya ????.

Ya, pertemuan-pertemuan seperti itulah yang selalu singgah dalam hari-hari mereka, pertemuan yang ga penting tapi berharga bagi mereka……, lebih kurangnya ya maaf deh ga usah diceritakan nanti malah kepanjangan kayak sinetron aja..!!!.

***


Suatu hari…

Sebuah nada sambung terdengan dari HP Indria, ya Firdaus yang memanggil, tentu saja hati Indria berbunga.

“ halo mas, ada apa?” Tanya Indria. Hening dan sesaat kemudian ….

“ Indria…. Kita putus!!!” singkat … tapi tak sesingkat efeknya, dahsyat bo….

Seperti tersambar petir Indria mendengarnya, belum sempat Indria berkata lagi, telepon telah terputus. Menangis? Pasti, Marah? Tentu saja, kaget? Ya iyalah…. Pokoknya jangan Tanya deh perasaannya Indria, intinya sakiiiii…………..iiiit!.

Tak sabar menunggu esok agi, bukan lagi untuk memupuk cinta, tapi memupuk tanya….

Esok harinya,

Indria berusaha menmui Firdaus ndi kosnya, namun Firdaus tak lagi tinggal di sana. Teleon? Yah kuno ah, kan biasa kalo habis utus kan langsung ganti nomor. Ya Firdaus raib entah kemana, mungkin kalo buaya hilang ke rawa kali ya?.

Hancur hati Indria, padahal semua ruang hatinya selama ini telah penuh oleh Firdaus, tak mungkin melangkah lagi tanpa tuntunan Firdaus, pikirnya…. Lebay!.

Gontai Indria kembali ke peraduannya.

***


Berminggu-minggu tak ada kabar dari firdaus, dan berminggu-minggu itu pula Indria seolah tanpa tujuan. Semua teman Indria sangat mengkhawatirkan kondisi tersebut, tapi sepertinya semua usaha untuk menghaus Firdaus dari hati Indria malah membuat keadaan semakin runyam.

Benci!! Hanya rasa itu yang memenuhi hati teman-teman Indria pada Fisrdaus. Dasar buaya, s****n, bring***, dan lain sebagainya (kelamaan kalo di absen satu-satu) adalah sebutan yang keluar dari mulut teman Indria teruntuk sosok Firdaus.

Lalu kemanakah firdaus?

Sebenarnya Firdaus tak sepenuhnya melepas Indria dari hatinya. Lalu kenapa ia dengan tega mencampakkan Indria begitu saja? Sepertinya sulit bagi Firdaus untuk mengungkakan alasannya.

Hanya saja Firdaus merasa selama ini ia telah salah langkah, salah kaprah mengekspresikan rasa cinta dan ayangnya pada Indria dengan selalu bermesra-mesraan dengan Indria. Yang membuat Firdaus menghilang dari pandangan Indria adalah karena rasa takut, takut pada kenyataan bila keduanya terlalu jauh dalam menjalin hubungan. Tapi pembaca ga usah negative dulu…. Yah dasar otak mes**.

Ah Firdaus tak kalah bingungnya dari indria.

***


Dua tahun telah berlalu, Indria kini masih dengan kesendiriannya. Bukan tak ada laki-laki yang mencoba membuka hati Indria, tai sepertinya pintu itu masih tertutup dan terkunci rapat. 24 tahun usia Indria, usia yang membuat orang tuanya was-was. Tapi apa daya, keduanya pun tak mampu membuat hati Indria luluh meski telah di panaskan….

Sampai suatu hari…

“ kring….krii…iing….”, telepon ruang tengah berbunyi. Tergopoh Ibu Ratih, ibunya Indria, mengangkat gagang telepon.

“ Assalamu’alaikum!”, sapa beliau.

“ Wa’alaikum salam!” suara lelaki di seberang telepon.” Maaf, bias bicara dengan Pak teguh atau Ibu Ratih? Ini dari Firdaus”.

“Firdaus?” Tanya Bu Ratih kaget, “ Firdaus temannya Indria?, ini Ibu, ada apa nak Firdaus?”. Bagaimana tidak dua tahun lamanya Firdaus menghilang taka da kabar.

“ maaf bu, lama Firdaus tak memberi kabar. Bagaimana kabar ibu sekeluarga?”

“Alhamdulillah baik, Firdaus sendiri gimana, koq lama tak ada beritanya?.

“Firdaus baik bu, Firdaus ga kemana-mana, hanya saja sekarang agak sibuk.” Jelas Firdaus.” Maaf bu, jika berkenan  sabtu lusa Firdaus ingin silaturahmi ke rumah Ibu.” Lanjut Firdaus.

“ Ya kesini aja nak, ga usah sungkan” tandas Bu Ratih masih dengan kekagetannya.

“ Iya bu terima kasih. Tapi rencananya Firdaus datang bersama orang tua Firdaus”.

“ dengan orang tua?” makin kaget lah bu Ratih.

“ Iya bu, ga apa-apa kan bu?” Tanya Firdaus.” dan rencananya kalau ibu sekeluarga berkenan, Firdaus juga ingin sekalian melamar Indria.”

“Sabtu ya? Insya Allah Ibu sekeluarga tidak ada acara, nanti Ibu sampaikan pada bapak.  Tapi tentang Indria, biar nanti dibicarakan dulu bersama disini. Lagi pula semua kan terserah Indria.” Mencoba menenangkan diri.

“ terima kasih bu, maaf jika mengganggu” Firdaus sedikit sungkan karena sudah to the point.

“ Lho, ga apa-apa kok nak Firdaus, Ibu tunggu kedatangannya….”.

“ ya mungkin itu dulu bu, terima kasih banyak sebelumnya, Firdaus pamit dulu, Assalamu’alaikum” firdaus menutup pembicaraan. “ Wa’alaikum salam!” jawab Bu Ratih sambil menutup teleponnya, telepon telah tertutup, tapi rasa kagetnya masih terus berdering.

Segera bu Ratih menemui suaminya pak Teguh. Ak teguh tak kalah kaget mendengar cerita istrinya. Bagaimana pun Firdaus telah dua tahun menghilang, dan kini dia dating untuk melamar Indria. Keduanya pun teringat ke masa dua tahun lalu, teat sebelum kepergian Firdaus…

***


“ Nak Firdaus…”buka pak Teguh.

“ Inggih pak..” Firdaus tertunduk.

“ Bukannya bapak tidak setuju dengan hubungan Firdaus dengan Indria. Tapi sebnagai orang tua, jujur bapak merasa khawatir dengan hubungan kalian yang hamper setahun ini.

“ ya meskipun di masyarakat kita berpacaran adalah sesuatu yang lumrah, tapi bukan berarti sesuatu yang lumrah itu selalu benar.

“ nak Firdaus, bapak tahu kamu adalah laki-laki yang bertanggung jawab. Bapak percaya kamu dan Indria tidak pernah melakukan hal-hal yang tidak semestinya. Namun tetap saja kekhawatiran itu ada ada diri kami. Bagaimana tidak, Indria begitu ketergantungan pada nak Firdau seolah dia tak mampu hidup bila tak ada Firdaus. Bukankah ini tak wajar nak? Seseorang yang belum menikah tapi harus selalu bersama-sama.

“Bukan apa-apa, kami sebagai orang tua hanya ingin ketergantungan Indria tertuju pada laki-laki yang tepat dalam waktu yang tepat pula. Kami merasa kamu adalah laki-laki yang tepat, tapi waktunya lah yang belum tepat. Kalian belum memiliki ikatan yang dapat dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat. Intinya nak Firdaus, andai kamu dan Indria ingin selalu bersama-sama menikahlah segera. Tapi andai nak Firdaus belum siap, sadarkan Indria dari ketergantungannya, lepaskan Indria dari ikatan yang belum ia miliki, hingga waktunya tiba!” panjang lebar Pak Teguh menjelaskan dengan lembut.

Firdaus terdiam, wajahnya sedih namun mengerti.

“ Iya pak, bu… saat ini entah rasa itu benar atau tidak, yang jelas Firdaus sdangat menyayangi Indria, jujur pula Firdaus ingin menikahi Indria. Tapi maafkan Firdaus pak, sepertinya secara lahir saat ini Firdaus belum siap untuk menafkahi Indria, Firdaus belum memiliki pekerjaan, pun sepertinya saya belum mampu untuk menjadi Imam yang baik bagi Indra.

“ Baiklah pak, bu… saya berjanji akan melepaskan Indria dulu. Tai Insya Allah, ketika saya telah siap dan Indria belum menukah, saya akan dating untuk melamar Indria!” tegas firdaus.

Baik nak Firdaus, terima kasih atas pengertiannya.”

***


Ya ..itu terjadi dua tahun yang lalu dan ternyata benar, kini Firdaus dating untuk melamar Indria.

***


Sabtu sore itu…

“Assalamu’alaikum!” dari teras dean.

“Wa’alaikum salam!” Pak Teguh dan Bu Ratih memang telah menunggu suara itu.” Oh Nak Firdaus, Silakan masuk, maaf berantakan”.

“ terima kasih bu, maaf mengganggu. Ini orang tua saya pak, bu… “mereka pun hanyut dalam obrolan. Tapi sepertinya ada yang kurang?

“ Bu, panggilkan Indria” inta Pak Teguh mengingatkan Bu Ratih akan kekurangan tadi.

Indria, sejak tadi ia asyik di kamarnya. Dia tak peduli dengan kesibukan orang tuanya sejak kemarin. Memang Bu Ratih pun sengaja tak memberi tahu akan rencana kedatangan Firdaus.

“ Indria, buka pintunya sayang..!!” inta Bu Ratih.

“ Iya bu, sebentar!” sedikit ,malas Indria membuka pintu, “ ada apa bu?”

“ Kamu turun nak, temui tamu di bawah, mereka ingin ketemu kamu”.

“ siapa bu?, males ah!” rajuk Indria.

“ turunlah dulu”

“ah siapa sih?” malas Indria mengikuti ibunya.

Dan…. eng..ing…eng… (seperti di sinetron), Indria kaget bukan kepalang, “Firdaus? Disini? Setelah menghancurkan hatiku. Dia berani dating kesini?” hati Indria berkecamuk. Andai tak ada orang tuanya dan orang tua Firdaus, tentu Firdaus sudah di hajar Indria.

Duduklah Indria di samping ibunya, menahan amarah. Memang amarah itu bercampur asa….

“ Indria, nak Firdaus datang bersama orang tuanya kesini ingin bersilaturahmi dengan keluarga kita, dengan kamu” jelas Pak Teguh, “ selain itu Firdaus juga ingin melamra kamu, bukan begitu nak firdaus?” pandangan Pak Teguh beralih pada Firdaus, meminta penegasan.

“ Iya Pak, bu, Indria…. Saya datang kesini ingin melamar kamu” tegas Firdaus.

“ nah, sudah kamu dengar sendiri kan Indria? Sekarang terserah kamu?” Pak Teguh meneruskan.

Lama terdiam…hening…Firdaus mulai gugup….

“Ayah, Ibu …, Indria bahagia mendengar niat mas Firdaus, Indria juga senang ternyata mas Firdaus masih mencintai Indria.” Indria mulai menjawab.

“Indria sangat dan sangat bahagia jika Indria menjadi istri mas Firdaus” Indria terisak,” tapi ayah, bu, mas Firdaus….., Indria minta maaf, saat ini Indria belum siap menerima mas Firdaus, sebagaimana Indria dulu tak siap untuk kehilangan mas Firdaus!” Indria tak kuasa menahan tangisnya.

Semua terdiam, bingung, dan ….bermacam rasa ada dalam benak mereka….

1 komentar:

ihik...ihik...jadi pengen nangis...hooaaa......
EDIT TULISANNYA YA banyak yang salah tu...

REPLY

Sang Gerimis . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates