14/04/2011

Contoh sastra Surrealisme

 

KECUBUNG PENGASIHAN


Oleh : Danarto


KEMBANG-KEMBANG di taman bunga yang indah harum semerbak itu pun jauh-jauh sudah menyambut bersama-sama dengan senyum mesra kepada perempuan bunting yang berjalan gontai seolah-olah beban di dalam perutnya lebih berat dari keseluruhan tubuhnya hingga orang melihatnya terkesan bahwa ia lebih tampak menggelinding daripada berjalan dengan kedua belah kakinya, yang mana tentulah merupakan pemandangan yang jenaka, manapula pakaiannya compang-camping hingga kerepotan sekali ia untuk menutupi perutnya yang bundar buncit itu dengan selayaknya, hingga ia di jalan-jalan raya, di restoran-restoran, di pasar, di stasiun, di tong-tong sampah, membangkitkan gairah orang-orang untuk meletuskan hasrat hati yang peka seperti senar-senar lembut : laki-laki tersenyum kurang ajar, anak-anak tertawa mengejek, wanita-wanita melengos. Dan kembang-kembang di taman bunga yang menyambut perempuan bunting dengan senyum mesranya itu pun tentulah di hatinya terselip perasaan geli juga.

Taman bunga itu indah harum semerbak. Banyak orang beristirahat di sana. Orang-orang tua, laki-laki dan perempuan, anak-anak muda yang berpasangan dan sendirian, bocah-bocah cilik yang bermain kejar-kejaran atau yang tenang duduk-duduk di bangku. Para pensiunan, para pegawai, para buruh, para petani yang habis belanja ke kota dan mau pulang lagi ke desanya, para profesor dan kaum cerdik pandai, para mahasiswa, para seniman yang lusuh, para pedagang, para tukang jual obat, para tukang catut, para tukang becak, para gelandangan dan pengemis yang kotor, kelaparan dan compang-camping. Yah, semuanya perlu duduk-duduk di taman itu. Tidak perlu menggagas apa yang perlu diperbuat. Yah, pokoknya ketaman bunga itu dulu dan lantas mau apa ! Ngomong? Menikmati bunga-bunga yang jelita-jelita ? Melihat yang melihat ? Cuci mata (kotor hati) ? Cari jodoh ? Bercerai ? Bertengkar ? Merencanakan siasat? Menghitung keuntungan ? Menemukan rumus ? Mencari ilham ? Ngobrol cabul ? Menggapai-gapai Tuhan di mana adanya ? Ya, segalanya diperbuat orang di taman itu. Perempuan bunting itu sudah memasuki bagian taman bunga yang dikenalnya. Ia tiap hari ke situ. Ia makan kembang-kembang itu. Sebagai orang gelandangan, ia paling sengsara. Ia kalah rebutan sisa-sisa makanan di tong sampah, sebab pengemis-pengemis lain lebih cekatan. Ia tak pernah mendapatkan apa-apa dalam bak sampah. Kemudian diputuskannya untuk memakan kembang. Berhari-hari ia memakan kembang-kembang di taman itu. Mula-mula ia tak tahan. Tapi lama-lama biasa juga. Tiap harinya makan bertangkai-tangkai kembang. Di sana ada kelompok Mawar, kelompok Melati, Sedap Malam, Anggrek dan sebagainya.

“ Selamat siang, perempuan bunting “, sambut kelompok-kelompok itu bersama-sama, seperti anak-anak sekolah kepada ibu gurunya.

“ Selamat siang, sayangku “, sahut perempuan bunting itu sambil mendekati mereka. Ia berkeliling mengitari kelompok-kelompok itu dan terpana.

“ Kandunganmu semakin besar rupanya”, kata Mawar

“ Awas, awas, kau bisa terjungkir ”, kata Melati

“ Rasain kalau nanti meledak, wahai perempuan ayu “, sambung Sedap Malam.

Perempuan itu terkekeh-kekeh keras hingga buah dadanya terpental-pental dan perut buncitnya bergetar seperti ada gempa bumi. Sekalian kelompok-kelompok kembang itu pun ikut tertawa.

“ Bentukmu tampak semakin lucu kalau kau tertawa keras. Saya ingat Rangda “, sela Anggrek.

“ Ah, orang-orang baik pun akan tertawa geli melihatmu “, kata Melati.

“ Hayo ! Macam apalagi kiranya?” tukas Kamboja.

“ Bungkahan batu ! “, teriak Kenanga.

“ Ah, terlalu biasa. Tidak kena “.

“ Trasi bau ! “.

“ Tong yang mbludag ! “

“ Hampir ! “

“ Padas gempal ! “

“ Bukan main! Kena! Kena! “

Perempuan bunting itu terkekeh-kekeh terus, kelompok-kelompok kembang mengikutinya, dengan tertawa dan bergoyang.

“ Mana suka kia “, sahut mereka dengan genit.

(dari kumpulan cerpen “Godlob”)

Sang Gerimis . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates