PUISI: DOA DI JAKARTA (RENDRA)
DOA DI JAKARTA
(Rendra)
Tuhan Yang Maha Esa
alangkah tegangnya
melihat hidup yang tergadai
pikiran yang dipabrikkan
dan masyarakat yang diternakkan.
Malam rebah dalam udara yang kotor.
Di manakah harapan akan dikaitkan
bila tipu daya telah menjadi seni kehidupan?
Dendam diasah di kolong yang basah
siap untuk terseret dalam gelombang edan
Perkelahian dalam hidup sehari-hari
telah menjadi kewajaran
Pepatah dan petitih
tak akan menyelesaikan masalah
bagi hidup yang bosan,
terpenjara, tanpa jendela
Tuhan Yang Maha Faham
alangkah tak masuk akal
jarang selangkah
yang berarti empat puluh tahun gaji seorang buruh
yang memisahkan
sebuah halaman bertaman tanaman hias
dengan rumah-rumah tanpa sumur dan wc
Hati manusia telah menjadi baja
Bagai dash-board yang tak acuh
panser yang angkuh
traktor yang dendam
Tuhan Yang Maha Rahman
ketika air mata menjadi gombal
dan kata-kata menjadi lumpur becek
aku menoleh ke utara dan ke selatan
di manakah Kamu?
Di manakah tabungan keramik untuk uang logam?
Di manakah catatan belanja harian?
Di manakah peradaban?
Tuhan Yang Maha Hakim
Harapan kosong, optimisme hampa
Hanya akal sehat, dan daya hidup
Menjadi peganganku yang nyata.
(Rendra)
Tuhan Yang Maha Esa
alangkah tegangnya
melihat hidup yang tergadai
pikiran yang dipabrikkan
dan masyarakat yang diternakkan.
Malam rebah dalam udara yang kotor.
Di manakah harapan akan dikaitkan
bila tipu daya telah menjadi seni kehidupan?
Dendam diasah di kolong yang basah
siap untuk terseret dalam gelombang edan
Perkelahian dalam hidup sehari-hari
telah menjadi kewajaran
Pepatah dan petitih
tak akan menyelesaikan masalah
bagi hidup yang bosan,
terpenjara, tanpa jendela
Tuhan Yang Maha Faham
alangkah tak masuk akal
jarang selangkah
yang berarti empat puluh tahun gaji seorang buruh
yang memisahkan
sebuah halaman bertaman tanaman hias
dengan rumah-rumah tanpa sumur dan wc
Hati manusia telah menjadi baja
Bagai dash-board yang tak acuh
panser yang angkuh
traktor yang dendam
Tuhan Yang Maha Rahman
ketika air mata menjadi gombal
dan kata-kata menjadi lumpur becek
aku menoleh ke utara dan ke selatan
di manakah Kamu?
Di manakah tabungan keramik untuk uang logam?
Di manakah catatan belanja harian?
Di manakah peradaban?
Tuhan Yang Maha Hakim
Harapan kosong, optimisme hampa
Hanya akal sehat, dan daya hidup
Menjadi peganganku yang nyata.
1 komentar:
semoga tetap axis didalam pembuatan puisi yang mempunyai moral
REPLY