SASTRA: TEKS DRAMA TERPENTING DARI TIAP PERIODE SASTRA
TEKS-TEKS DRAMA TERPENTING DARI TIAP PERIODE
Kiranya kita mengenal sejarah perkembangan drama di Indonesia dari masa ke masa, dari awal pertumbuhannya dekade 20-an hingga sekarang. Dalam realitasnya, sejarah pertumbuhan dan perkembangan naskah drama dan karya sastra bentuk prosa fiksi dan puisi bisa dirasakan bersamaan dan sering sejalan. Dimulai pada sekitar dekade 20-an, namun embrionya lebih awal lagi. Banyak pentas drama diselenggarakan dari awal abad XX hingga awal abad XXI, namun mendapatkan naskah drama di pasaran, di penerbitan-penerbitan umum jauh lebih sulit daripada memperoleh novel, cerpen, kumpulan cerpen, ataupun kumpulan puisi. Namun dari Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin dan pusat-pusat dokumentasi sastra yang lain di Dewan Kesenian Jakarta, kesulitan itu relatif bisa diatasi.
Berikut disampaikan judul-judul naskah drama dari periode awal hingga kini:
a. “Tjerita Satoe Iboe yang Pinter Adjar Anak” oleh Kiong Ho Hie,
b. “Barang Perhiasan yang paling Berharga” oleh Kwee Tek Hoay,
c. “Siapa yang Berdosa”, “Kepiting Batoe”, “Iboe atawa Istri” oleh Tjhing Tiauw, dll.
a. “Bebassari”: oleh Rustam Effendi,
b. “Ken Arok dan Ken Dedes”, “Kalau Dewi Tara Sudah Berkata” oleh Muhammad Yamin,
c. “Sandhyakalaning Majapahit”, “Manusia Baru” oleh Sanusi Pane,
d. “Bangsacara dan Ragapadmi” oleh Ajirabas.
a. “Taufan di Atas Asia”, “Intelek Istimewa”, dan “Insan Kamil” oleh El Hakim/dr. Abu Hanifah,
b. “Citra”, “Liburan Seniman”, “Mutiara dari Nusa Laut”, “Tempat yang Kosong” oleh Usmar Ismail,
c. “Antara Bumi dan langit” dan “Barang Tiada Berharga” oleh Armijn Pane,
d. “Kejahatan Membalas Dendam”, “Jibaku Aceh” dan “Dokter Bisma” oleh Idrus,
e. “Tuan Amin” oleh Amal Hamzah.
a. “Keluarga Surono” oleh Idrus,
b. “Bunga Rumah makan” oleh Utuy Tatang Sontani,
c. “Tumbang” dan ”Dokter Kamboja” oleh Trisno Sumardjo.
a. “Bentrokan dalam Asmara”, “Pak Dullah in Extremis” dan “Lakbok” oleh Aoh K. Hadimadja,
b. “Genderang Bharatayudha” oleh Sri Murtono,
c. “Prabu dan Putri”, “Bunga Merah yang Merah Semua, Bunga Putih yang Putih Semua” oleh Rustandi Kartakusumah,
d. “Jalan Mutiara”, “Pertahanan Terakhir” oleh Sitor Situmorang,
e. “Tunjung Sari”, “Ken Dedes” Slamet Mulyana,
f. “Awal dan Mira”, “Sayang Ada Orang Lain”, ”Selamat Jalan Anak Kufur” oleh Utuy Tatang sontani,
g. “Penggali Intan”, “Puisi Rumah Bambu”, “Bulan di Langit Merah”, “Dusta yang Manis”, “Tujuh Orang Tahanan” oleh Kirjomulyo,
h. “Titik-titik Hitam”, “Sekelumit Nyanyian sunda” oleh nasya jamin,
i. “Bung Besar”, “Anakku Sayang” oleh Misbach Yusa Diran,
j. “Badai sampai Sore”, “Malam Jahanam” oleh Motenggo Boesye,
k. “Pahlawan Kelana”, “Pertahanan Terakhir” oleh Endang Achmadi,
l. “Orang-orang di Tikungan Jalan”, “Bunga Semerah Darah”, “Lelaki-lelaki Tanah Kapur” oleh Rendra,
m. “Jembatan Bunga”, “Yang Pulang” oleh Riyono Pratikto,
n. “Batu Merah Lembah Merapi”, “Gerbong” oleh Agam Wispi,
o. “Gadis Berambut Putih”, “Komedi di Alam Baka” oleh Bastari Asnin.
a. “Barabah”, “Malam Pengantin di Bukit Kera”, “Nyonya dan Nyonya” oleh Motenggo Boesye,
b. “Domba-domba Revolusi” oleh B. Sularto,
c. “Buah Delima dan Bulan Bujur Sangkar”, “Taman” dan “RT 0 RW 0” oleh Iwan Simatupang,
d. “Hari Masih Panjang” oleh Ali Audah,
e. “Orang-orang Baru dari Banten”, “Si kampeng” dan “Si Sapar” oleh Utuy Tatang Sontani,
f. “Dewi Masyitoh” oleh Yunan Helmy Nasution,
g. “Layla-Majnun” dan “Asmara Dahana” oleh Bahrum Rangkuti,
h. “Sepasang Pengantin” oleh Arifin C. Noer,
i. “Satu Senja” oleh Suyatna Anirun,
j. “Pangeran Sunten Jaya” oleh Saini K.M.,
k. “Bip Bop”, “Rambate Rate Rata” oleh Rendra.
a. “Mastodon dan Lurung Kondor”, “Kisah Perjuangan Suku Naga”, “Sekda”, dan “Dunia Azwar” oleh Rendra,
b. “Tak Ada Waktu buat Nyonya Fatma” oleh Kuntowijoyo,
c. “Bila Malam Bertambah Malam”, “Lautan Bernyanyi”, “Tidak”, “Almarhum”, “Dag Dig Dug”, dan “Humpimpah” oleh Putu Wijaya,
d. “Syeh Siti Jenar”, “Jaka Tarub” dan “Grafito” oleh Akhudiat,
e. “Sang Pangeran” dan “Sang Pemahat” oleh Arswendo Atmowiloto,
f. “Para Narator” oleh Ikranegara,
g. “Malinkundang” dan “Puti Busu” oleh Wisran Hadi,
h. “Sang Prabu” oleh Saini K.M.,
i. “Geger Wong Ngoyak Macan” dan “Patung Kekasih” oleh Fajar Suharno bersama Emha Ainun Najib,
j. “Opo Mananatase” oleh Remy Sylado,
k. “Di Atas Langit Ada Langit” oleh Azwar A.N.,
l. “Langit-Langit Peraduan” oleh Teguh Karya,
m. “Rumah Kertas”, “Anak Kandung”, “Gelas Retak”, dan “Jam Dinding yang Berdetak” oleh Teater Koma,
n. “Metaekologi” dan “Hutan Plastik” oleh Sardono W. Kusuma.
a. “Orde Tabung” dan “Buruk Muka Cermin Dijual” oleh Heru Kesawamurti,
b. “Pedati Kita di Kubangan” dan “Paing Si Bedonde” oleh Hanindawan,
c. “Opera Kecoa”, “Opera Julini”, “Opera Ikan Asin”, “Konglomerat Burisrawa”, “Suksesi”, “Pialang Segi Tiga Emas” dan “Republik Bagong” oleh N. Riantiarno,
d. “Aminah dan Palestina”, “Negeri Para Pesulap”, “Tukai Bumi (ditulis bersama Rahmawati)” dan “Fathiya dari Sebrenica” oleh Helvy Tiana Rosa,
e. “Alia = Luka Serambi Mekah”, “Marsinah”, “Nyanyian dari Bawah Tanah“ oleh Ratna Serumpaet,
f. “Panembahan Reso”, dan “Selamatan Anak Cucu Sulaeman” oleh Rendra,
g. “Lautan Jilbab” dan “Keluarga Sakinah” oleh Emha Ainun Najib. Dan lain-lain.
Kiranya kita mengenal sejarah perkembangan drama di Indonesia dari masa ke masa, dari awal pertumbuhannya dekade 20-an hingga sekarang. Dalam realitasnya, sejarah pertumbuhan dan perkembangan naskah drama dan karya sastra bentuk prosa fiksi dan puisi bisa dirasakan bersamaan dan sering sejalan. Dimulai pada sekitar dekade 20-an, namun embrionya lebih awal lagi. Banyak pentas drama diselenggarakan dari awal abad XX hingga awal abad XXI, namun mendapatkan naskah drama di pasaran, di penerbitan-penerbitan umum jauh lebih sulit daripada memperoleh novel, cerpen, kumpulan cerpen, ataupun kumpulan puisi. Namun dari Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin dan pusat-pusat dokumentasi sastra yang lain di Dewan Kesenian Jakarta, kesulitan itu relatif bisa diatasi.
Berikut disampaikan judul-judul naskah drama dari periode awal hingga kini:
1) Tahun 1901 hingga sebelum Angkatan Balai Pustaka:
a. “Tjerita Satoe Iboe yang Pinter Adjar Anak” oleh Kiong Ho Hie,
b. “Barang Perhiasan yang paling Berharga” oleh Kwee Tek Hoay,
c. “Siapa yang Berdosa”, “Kepiting Batoe”, “Iboe atawa Istri” oleh Tjhing Tiauw, dll.
2) Drama Bali Pustaka dan Pujangga Baru:
a. “Bebassari”: oleh Rustam Effendi,
b. “Ken Arok dan Ken Dedes”, “Kalau Dewi Tara Sudah Berkata” oleh Muhammad Yamin,
c. “Sandhyakalaning Majapahit”, “Manusia Baru” oleh Sanusi Pane,
d. “Bangsacara dan Ragapadmi” oleh Ajirabas.
3) Drama Zaman Jepang:
a. “Taufan di Atas Asia”, “Intelek Istimewa”, dan “Insan Kamil” oleh El Hakim/dr. Abu Hanifah,
b. “Citra”, “Liburan Seniman”, “Mutiara dari Nusa Laut”, “Tempat yang Kosong” oleh Usmar Ismail,
c. “Antara Bumi dan langit” dan “Barang Tiada Berharga” oleh Armijn Pane,
d. “Kejahatan Membalas Dendam”, “Jibaku Aceh” dan “Dokter Bisma” oleh Idrus,
e. “Tuan Amin” oleh Amal Hamzah.
4) Drama pada Tahun-tahun Awal Kemerdekaan:
a. “Keluarga Surono” oleh Idrus,
b. “Bunga Rumah makan” oleh Utuy Tatang Sontani,
c. “Tumbang” dan ”Dokter Kamboja” oleh Trisno Sumardjo.
5) Dasawarsa 50-an
a. “Bentrokan dalam Asmara”, “Pak Dullah in Extremis” dan “Lakbok” oleh Aoh K. Hadimadja,
b. “Genderang Bharatayudha” oleh Sri Murtono,
c. “Prabu dan Putri”, “Bunga Merah yang Merah Semua, Bunga Putih yang Putih Semua” oleh Rustandi Kartakusumah,
d. “Jalan Mutiara”, “Pertahanan Terakhir” oleh Sitor Situmorang,
e. “Tunjung Sari”, “Ken Dedes” Slamet Mulyana,
f. “Awal dan Mira”, “Sayang Ada Orang Lain”, ”Selamat Jalan Anak Kufur” oleh Utuy Tatang sontani,
g. “Penggali Intan”, “Puisi Rumah Bambu”, “Bulan di Langit Merah”, “Dusta yang Manis”, “Tujuh Orang Tahanan” oleh Kirjomulyo,
h. “Titik-titik Hitam”, “Sekelumit Nyanyian sunda” oleh nasya jamin,
i. “Bung Besar”, “Anakku Sayang” oleh Misbach Yusa Diran,
j. “Badai sampai Sore”, “Malam Jahanam” oleh Motenggo Boesye,
k. “Pahlawan Kelana”, “Pertahanan Terakhir” oleh Endang Achmadi,
l. “Orang-orang di Tikungan Jalan”, “Bunga Semerah Darah”, “Lelaki-lelaki Tanah Kapur” oleh Rendra,
m. “Jembatan Bunga”, “Yang Pulang” oleh Riyono Pratikto,
n. “Batu Merah Lembah Merapi”, “Gerbong” oleh Agam Wispi,
o. “Gadis Berambut Putih”, “Komedi di Alam Baka” oleh Bastari Asnin.
6) Dasawarsa 60-an
a. “Barabah”, “Malam Pengantin di Bukit Kera”, “Nyonya dan Nyonya” oleh Motenggo Boesye,
b. “Domba-domba Revolusi” oleh B. Sularto,
c. “Buah Delima dan Bulan Bujur Sangkar”, “Taman” dan “RT 0 RW 0” oleh Iwan Simatupang,
d. “Hari Masih Panjang” oleh Ali Audah,
e. “Orang-orang Baru dari Banten”, “Si kampeng” dan “Si Sapar” oleh Utuy Tatang Sontani,
f. “Dewi Masyitoh” oleh Yunan Helmy Nasution,
g. “Layla-Majnun” dan “Asmara Dahana” oleh Bahrum Rangkuti,
h. “Sepasang Pengantin” oleh Arifin C. Noer,
i. “Satu Senja” oleh Suyatna Anirun,
j. “Pangeran Sunten Jaya” oleh Saini K.M.,
k. “Bip Bop”, “Rambate Rate Rata” oleh Rendra.
7) Dasawarsa 70-an dan 80-an:
a. “Mastodon dan Lurung Kondor”, “Kisah Perjuangan Suku Naga”, “Sekda”, dan “Dunia Azwar” oleh Rendra,
b. “Tak Ada Waktu buat Nyonya Fatma” oleh Kuntowijoyo,
c. “Bila Malam Bertambah Malam”, “Lautan Bernyanyi”, “Tidak”, “Almarhum”, “Dag Dig Dug”, dan “Humpimpah” oleh Putu Wijaya,
d. “Syeh Siti Jenar”, “Jaka Tarub” dan “Grafito” oleh Akhudiat,
e. “Sang Pangeran” dan “Sang Pemahat” oleh Arswendo Atmowiloto,
f. “Para Narator” oleh Ikranegara,
g. “Malinkundang” dan “Puti Busu” oleh Wisran Hadi,
h. “Sang Prabu” oleh Saini K.M.,
i. “Geger Wong Ngoyak Macan” dan “Patung Kekasih” oleh Fajar Suharno bersama Emha Ainun Najib,
j. “Opo Mananatase” oleh Remy Sylado,
k. “Di Atas Langit Ada Langit” oleh Azwar A.N.,
l. “Langit-Langit Peraduan” oleh Teguh Karya,
m. “Rumah Kertas”, “Anak Kandung”, “Gelas Retak”, dan “Jam Dinding yang Berdetak” oleh Teater Koma,
n. “Metaekologi” dan “Hutan Plastik” oleh Sardono W. Kusuma.
8) Dekade ’90 an dan Angkatan ‘2000
a. “Orde Tabung” dan “Buruk Muka Cermin Dijual” oleh Heru Kesawamurti,
b. “Pedati Kita di Kubangan” dan “Paing Si Bedonde” oleh Hanindawan,
c. “Opera Kecoa”, “Opera Julini”, “Opera Ikan Asin”, “Konglomerat Burisrawa”, “Suksesi”, “Pialang Segi Tiga Emas” dan “Republik Bagong” oleh N. Riantiarno,
d. “Aminah dan Palestina”, “Negeri Para Pesulap”, “Tukai Bumi (ditulis bersama Rahmawati)” dan “Fathiya dari Sebrenica” oleh Helvy Tiana Rosa,
e. “Alia = Luka Serambi Mekah”, “Marsinah”, “Nyanyian dari Bawah Tanah“ oleh Ratna Serumpaet,
f. “Panembahan Reso”, dan “Selamatan Anak Cucu Sulaeman” oleh Rendra,
g. “Lautan Jilbab” dan “Keluarga Sakinah” oleh Emha Ainun Najib. Dan lain-lain.
4 komentar
Bu'aq blum paham tentang pemberian tanda titik pada tulisan Ibu'.
REPLYNo 1. point: A dan B pada akhir kalimat ga' ada tanda titiknya...tpi yang C koq ada..?
no 2. point: A ga' pada akhir kalimat juga ga' ada tanda titiknya...tapi yang B C D koq ada za..?
no 3. Point:C dan E pada akhir kalimat jga sama ga' ada tanda titikNya, tapi yang A, B, dan D koq ada titikNya..jga..dst.
Bagaimana mengenai masalah itu... tolong ya Bu'.. berikan Saya penjelasan...!
maaf untuk tulisan ini memang banyak tanda baca yg kurang tepat. Belum sempat saya sunting langsung di publikasi. Nanti Insya Allah saya "posting" tentang tanda titik dan koma.
REPLYsudah saya sunting, semoga lebih tepat sekarang
REPLYini maksudnya terpenting bsa dberikan alasan dan berdasarkan kategori apa? makasih
REPLY